Marieska Harya Virdhani Selasa, 28 Februari 2012 14:47 wib 0 0Email0 Image: corbis.com Image: corbis.com DEPOK – Karya ilmiah mahasiswa yang diterbitkan pada jurnal ilmiah dinilai dapat menentukan kualitas calon sarjana. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Mohammad Nuh pun mengaku, tidak perlu menerbitkan aturan untuk menerapkan sanksi hukum bagi para mahasiswa yang tidak membuat dan mempublikasikan karya ilmiah. Sebab, menurutnya, setiap calon sarjana seharusnya sudah bisa membuat jurnal. Jika tidak, kata dia, calon sarjana tersebut harus merasa malu dan sungkan. "Jurnal tak perlu pakai sanksi hukum, tapi kesadaran. Sekarang ibaratnya kita ke pesta pernikahan, tapi pakai kaos oblong dan sandal jepit. Jadi, harusnya mahasiswa malu dong kalau tak bisa menulis karya ilmiah di jurnal," kata Nuh kepada wartawan dalam acara Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2012 di Pusat Pengembangan Tenaga Kependidikan (Pusdiklat Pegawai) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Bojongsari, Depok, Selasa (28/2/2012). Nuh menambahkan, keberadaan jurnal ilmiah merupakan kesadaran terhadap penguatan nilai–nilai akademik. Monitoring, lanjutnya, akan dilakukan oleh setiap perguruan tinggi. "Setiap kampus kan sudah punya data, berapa mahasiswa yang akan lulus, berapa jurnal ilmiah yang mereka miliki, dan berapa karya ilmiah yang dihasilkan. Misalnya ada seribu lulusan, lalu ada jurnal lima buah, masing–masing jurnal memuat seratus karya ilmiah. Nah berarti kan hanya 500 karya ilmiah, inilah yang dimonitor, siapa yang tak buat jurnal," imbuhnya. Nuh menegaskan, sanksi tidak membuat karya ilmiah dan mempublikasikannya di jurnal ilmiah bukanlah dalam ranah hukum. Tetapi, sanksinya adalah komitmen terhadap nilai akademik bagi para akademisi. "Ujungnya penegakkan hukum dituangkan pada aturan akademis yang dikembalikan kepada universitas," tandasnya